Senin, 02 Mei 2011

PERAN BUDAYA ORGANISASI DAN KETERLIBATAN KERJA DALAM MENINGKATAKAN KINERJA KARYAWAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL YANG KUAT

TUGAS MANAJEMEN SDM




Latar Belakang Masalah
Persaingan yang semakin tajam timbul dari perkembangan teknologi dan globalisasi memaksa setiap organisasi (perusahaan) berupaya menciptakan keungulan-keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang bisa menjamin kelangsungan hidup dan berkelanjuan  (sustainable) ,sulit untuk ditiru (immutability) dan pekembangan perusahaan jangka panjang (longtime life cycle).bila tidak segera mengelaborasi keunggulan, sangat sulit bagi perusahaan dalam memenangkan persaingan bisnis, dari beberapa factor sumber daya perusahaan meliputi physical capital resources, organizational capital resources, human capital resources (barney, 1991); maka human capital resources atau sumber daya manusia yang kini diakui penting dan menjadi focus banyak perusahaan.
Organisasi yang baik, tumbuh dan berkembang akan menitikberatkan pada sumber daya manusia (human capital resources) guna menjalankan fungsinya dengan optimal, khususnya menghadapi dinamika perubahan lingkungan yang terjadi. Dengan demikian kemampuan teknis, teoritis, konseptual, moral dari para pelaku organisasi/perusahaan di semua tingkat (level) pekerjaan amat dibutuhkan. Selain itu pula kedudukan sumber daya manusia pada posisi yang paling tinggi berguna untuk mendorong perusahaan menampilkan norma perilaku, nilai dan keyakinan sebagai sarana penting dalam peningkatan kinerjanya.
            Pembahasan budaya perusahaan dikalangan bisnis dan akademis diawali dengan penelitian tenteng suksesnya dunia bisnis jepang di tahun 1980-an sebelum pada akhirnya diikuti oleh keberhasilan perusahaan-perusahaan besar lainnya seperti Johnson and Johnson, IBM, Mc Donald’s dan General motors, mereka dapat memenangkan persaingan melalui perhatian yang besar terhadap budaya bagi perusahaan baik bagi karyawannya,pelanggan maupun pemilik perusahaan secara konsisten. Namun kajian budaya perusahaan dalam artian budaya organisasi telah lama diteliti dari para pakar budaya, sosiologi dan antropologi yang tertarik melihat suksesnya sebuah organisasi perusahaan (Armstrong, 1993). Diantaranya juga ada pakar manajemen pascale yang mengadakan komparasi antara perusahaan  jepang dengan perusahaan amerika, dari mulai berdiri hingga tumbuh berkembang.
            Budaya organisasi adalah konsep yang baru marak dibicarakan dalam dasawarsa ini sebagai bagian dari ilmu manajemen. Bagaimanapun juga, setiap organisasi memang harus memiliki kerangka dasar yang berlaku sebagai wadah untuk menampung komponen yang paling vital, yaitu manusia yang mempunyai nilai dan norma. Secara implicit berarti adanya pengakuan akan kebaradaan nilai-nilai manusiawi dari dalam suatu perusahaan (chen,2004).
            Kemampuan perusahaan dalam mengelolah budaya perusahaan baik langsung maupun tidak langsung akhirnya sangat berkaitan erat dengan mempengaruhi sikap kerja dan kinerja anggotanya. Atau merujuk pemikiran hofstede G (1984), bahwa penyelenggaraan manajemen perusahaan melalui aktualisasi budaya perusahaan dapat memebentuk budaya kerja yang kokoh dan mencapai keberhasilan perusahaan.
            Akan tetapi tidak boleh dilupakan, bahwasannya budaya perusahaan pada mulanya akan  dipengaruhi budaya setempat/local atau nilai-nilai mayoritas /dominan dari para anggota perusahaan (bisma dewa brata dan nurhayati ma’mun,1995). Budaya perushaan berate pula penataan dan pemeliharaan sumber daya manusia dalam berinteraksi satu sama lainnya dalam lingkunga kerja,peralatan dan sarana kerja, merupakan bagian dan contoh dari praktek budaya perusahaan.
            Pemahaman terhadap budaya perusahaan perlu juga dikaitkan dengan diversitas dan karakteristik dari orientasi kerja para anggota organisasi. Hal ini akan memberikan gambaran tentang tindakan, reaksi maupun keputusan mereka terhadap situasi pekerjaannya masing-masing. Cormick (1980) menegaskan adanya indikasi sikap sebagai suatu kondisi sadar yang lebih menunjukkan tingkat perasaan subyektif seseorang terhadap suatu obyek (pekerjaan). Hasilnya adanya penilaian tentang baik buruk obyek tersebut dari sudut pandang tertentu. Sikap ini  diidentifikasikan dalam bentuk respon mereka langsung terhadap pekerjaan yang dipengaruhi oleh dimensi kepuasan kerja/ job satisfaction (locke dalam robbin’s,1996), komitmen organisasi atau organizational commitmen (fred luthan;s,1992) maupun keterlibatan kerja/ job involvement (G.J. Blau dan K.R.Boal,1987). Sikap kerja (work attitude) seseorang sebenarnya merupakan bagian dari perilaku individu dalam membentuk identitas diri (personality) dari yang bersangkutan (Rokeach,1968, Martin 1976 dalam Imam Ghozali, 2001) yang dalam prakteknya mempengaruhi kinerjanya.
            Ketika perusahaan mulai berorientasi pada pembentukan budaya perusahaan, berarti pula meletakkan aspek sumber daya manusia dalam posisi strategis melalui para pimpinan puncak atau manajer untuk mengamankan norma perilaku, nilai nilai dan keyakinan bersama terhadap perusahaan. Sekaligus menjadi suatu alat yang vital bagi managemen bila ingin mencapai performance yang tinggi, yang pada akhirnya tercipta sikap kerja yang positif yang mendorong peningkatan kinerja karyawan dan manejemen, diwujudkan dalam seluruh aktifitas dan kebijakan perusahaan.
            Di Indonesia, konsep budaya perusahaan belakangan mulai diperhitungkan oleh beberapa perusahaan. Pada awalnya hanya dianggap sebagai pelengkap dalam artian konsep nilai inti (core values) yang datang dan dibentuk dari pimpinan saja. Namun hadirnya perusahaan perusahaan multinasional di Indonesia dengan manajemen yang adaptif (sensitive) terhadap budaya local turut mempengaruhi pandangan umum tentang konsep budaya perusahaan.

Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan mengacu pada prestasi seseorang yang diukur berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan. Pengelolaan untuk mencapai kinerja sumber daya manusia tinggi dimaksudkan guna meningkatkan perusahaan secara keseluruhan. Kinerja sebenarnya merupakan konsep yang sangat kompleks, baik definisi maupun pengukurannya yang sering menjadi tantangan bagi peneliti teori manajemen dan perilaku organisasi, karena bersifat multidimensional. Sehingga pengukuran kinerja hendaknya menginteraksikan dimensi pengukuran yang beragam.
            Gibson (1988) menyatakan bahwa respon efektif seseorang terhadap pekerjaan merupakan kepuasan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Gibson juga memperkenalkan suatu dimensi khusus yang menunjukkan karakteristik pekerjaan yang biasanya digunakan untuk menilai keberhasilan kerja karyawan. Kinerja karyawan dapat diukur dari berbagai macam dimensi pekerjaan antara lain meliputi jenis pekerjaan, supervisi, gaji yang diberikan, promosi yang diperoleh serta kondisi kerja yang meliputi rekan kerja maupn suasana kerja.
            Tsui et al, dalam Fuad Mas’ud (2004) melakukan penilaian terhadap kinerja SDM berdasarkan perilaku yang spesifik (judgement performance evaluation) dengan menggunakan 11 kriteria yaitu kuantitas kerja karyawan, kualitas kerja karyawan, efisiensi karyawan, standar kualitas karyawan, usaha karyawan, standar professional karyawan, kemampuan karyawan terhadap pekerjaan inti, kemampuan karyawan menggunakan akal sehat, ketepatan karyawan, pengetahuan karyawan dan kreatifitas karyawan.

Komitmen Organisasi
Komitmen organisasional didefinisikan sebagai pengukur kekuatan karyawan yang berkaitan dengan tujuan dan nilai organisasi (Mc Neese-Smith, 1996). Komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai derajat seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan berkeinginan melanjutkan partisipasi aktif di dalamnya. Komitmen organisasi (organizational commitment) dapat diidentifikasikan sebagai derajat seseorang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari organisasi dan berkeinginan melanjutkan berpartisipasi aktif di dalamnya (Mc Neese-Smith, 1996).
Mowday, Porter & Steers (1982) dikutip dari Luthan (1992) mengemukakan bahwa komitmen organisasional terdiri dari tiga factor : keinginan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi, kemauan dasar untuk berusaha bagi organisasi serta perilaku sesuai dengan nilai nilai dan keinginan organisasi (compliance). Tumbuhnya ini disebabkan atau dipengaruhi oleh aspek aspek pekerjaan itu sendiri, keberadaan tempat kerja lain, karakteristik karakteristik pribadi dan faktor faktor yang berhubungan dengan pekerjaan secara umum.    
Ganesan dan Weitz (1996) dalam Fuad Mas’ud (2004) mengidentifikasikan komitmen organisasional sebagai:
1.      Perasaan menjadi bagian dari organisasi.
2.      Kebanggaan terhadap organisasi.
3.      Kepedulian terhadap organisasi
4.      Hasrat yang kuat untuk bekerja pada organisasi
5.      Kepercayaan yang kuat terhadap nilai-nilai organisasi.
6.      Kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi.
Variable komitmen organisasional dibagi dalam tiga kategori yaitu : karakteristik personel dari setiap anggota organisasi yang meliputi umur , pendidikan, jenis kelamin dan kebutuhan akan pencapaian, karateristik yang berhubungan dengan pekerjaan yang terdiri dari beberapa variable seperti penekanan peran (konflik dan ketidakjelasan peran) serta karakteristik tugas dan pengalaman kerja yang meliputi variable sperti sikap kepemimpinan (inisiatif dari organisasi dan pertimbangan dari pemimpin) serta stuktur organisasi (formalisasi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan). Mengingat focus penelitian ini adalah pada factor-faktor organisasi maka penelitian ini hanya dibatasi kepada karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan pekerjan serta pengalaman kerja. Meskipun kedua variable tersebut diharapkan berkaitan dengan sampel yang diberikan, pada saat yang bersamaan, sangatlah mungkin bila pekerja yang memegang kepercayaan positif dan cinta kepada organisasi serta tujuan dan nilainya, tetapi dia tidak suka dengan pelaksanaan aspek-aspek tertentu pada pekerjaan tertentu di organisasi tersebut dan sebaliknya.
Saat komitmen organisasional dicontohkan sebagai fungsi kepercayaan terhadap organisasi dan pengalaman kerja, karakteristik organisasi harusnya menjadi factor yang mempengaruhi kepercayaan pekerja terhadap organisasi dan oleh karena itu pada level komitmen pekerja, karakteristik kerja harusnya menjadi faktor utama yang mempengaruhi pengalaman kerja dan kepuasan kerja dari pekerja.

Budaya Perusahaan
Budaya (culture) adalah sebuah pengertian dalam arti yang luas sekali. Dalam konteks ini, jika kita membicarakan organisasi maka secara langsung berkaitan dengan perusahaan/organisasi. Oleh karena itu, budaya perusahaan adalah suatu alat dalam menafsirkan kehidupan dan perilaku dari organisasinya. Suatu budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu karyawan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik sehingga setiap karyawan pada awal karirnya perlu memahami budaya dan bagaimana budaya tersebut terimplementasikan (Chen,2004).
Budaya perushaan juga terkait erat dalam program organizational development, yang terkait erat dalam program, intervensi keorganisasian, struktur organisasi, dan pada akhirnya menyentuh aktifitas perencanaan SDM, pengembangan, pendidikan dan pelatihan agar SDM memiliki nilai budaya yang kuat, adaptif dan sesuai dengan tuntutan dunia bisnis era globalisasi.
Budaya perusahaan yang tepat harus dibentuk dalam satu proses yang terencana dan sistematis. Berdasasrkan hasil-hasil penelitian beberapa pakar (Ashkanasy,Wilderom,Peterson,2000,dalam R.J.Rumengan,2002) tentang factor-faktor determinan dalam membangun budaya perusahaan seperti gambar dibawah ini : Lima Pilar Mekanisme Membangun Budaya Perusahaan


 





Kepemimpinan            Sistem                         Sistem             Kebijakan &       Pelatihan &
Perekrutan       Imbalan           Perekrutan       Pengembangan
Sumber : Charles,  Hampden Turner, 1992, Creating Corporate Culture

Dengan demikian dapat dijelaskan, bahwa budaya perusahaan menjadi alat yang penting dalam menafsirkan kehidupan perilaku organisasinya. Budaya yang kuat merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk mengarahkan perilaku, karena membantu setiap anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik.
Budaya organisasi menggambarkan kesesuaian perilaku, mengikat dan memotivasi individu dan memberikan solusi/pemecahan apabila terdapet ambiguitas. Budaya mengatur jalanya proses informasi suatau perusahaan, hubungan internalnya dan nilai-nilai yang dianutnya.
Sejalan dengan Stephen P . Robbins(1996) menyatakan :
Mengacu pada suatu system yang diselenggarakan oleh anggota-anggotanya yang membedakan organisasi satu dari organisasi lainnya. System tersebut adalah melihat secara lebih dekat suatu rangkaian karakteristik yang dianut oleh organsasi.
Hal ini mengungkapkan pengakuan budaya perusahaan sebagai acuan terhadap system makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lainnya. Atau juga cara untuk berinteraksi dengan factor internal maupun eksternal dengan karakteristik yang berbeda.
Pembebasan budaya organisasi membutuhkan pengenalan manajemen dimensi dasar dari budaya perusahaan mereka dan pengaruhnya pada variable yang berkaitan dengan karyawan seperti kepuasan, motivasi kerja, komitmen, kohesi, implementasi strategi, kinerja, dan yang lain. Bagaimanapun, relative sedikit studi empiris yang telah menguji hubungan ini. Menurut Menon et.al.,(1999) menyatakan bahwa focus organisasi dewasa dibagi menjadi 2 elemen dasar (Core) yaitu, struktur organisasi dan budaya oraganisasi. Organisasi struktur atas sentralisasi dan formalitas, karena keberadaanya dianggap sebagai factor pengukur keberhasilan kinerja organisasi. Sedangkan peran penting budaya organisasi adalah dalam pengembangan sebuah strategi. Kemudian Walker (1998), telah menidentifikasikan strategi sebagai “semua hal yang perlu untuk fungsi kesuksesan organisasi sebagai mekanisme adaptif”. Demikian halnya strategi system perekrutan dan seleksi SDM efektif ketika isu bisnis akan system perekrutan dan seleksi SDM penting diselesaikan atau menjadi kurang penting dan digantikan dengan isu yang baru muncul.
Pembahasan ini lebih memfokuskan budaya perusahaan dengan tujuh karakteristik primer yang merupakan hakikat budaya dari suatu organisasi menurut model Stephen P. Robbins(1996) yaitu:
1. Inovasi dari pengambilan resiko sejauh mana para karyawan didorong untuk inofatif dan   mengambil resiko.
2. Perhatian ke rincian yaitu sejauh mana karyawan diharapkan para karyawan memperlihatkan presesi(kecermatan), analisis dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil yaitu manajemen memfokuskan pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4.    Orientasi orang yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi itu.
5.    Orientasi tim yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasi sekitar tim-tim bukannya individu-individu.
6.    Keagresifan yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif bukannya santai-santai.
7.    Kemantapan yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan diperhatikannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan adapif yaitu sejauh mana organisasi bisa menyesuaikan diri dengan perubahan internal dan eksternal serta memberikan perhatian yang sama dan bermanfaat terhadap pemilik/pemegang perusahaan, karyawan/manajer dan pelanggan.

Keterlibatan Kerja
Keterlibatan kerja telah menjadi sebuah istilah yang tepat untuk mengemukakan beragam teknik (Cotton,1993). Sebagai contoh, keterlibatan tersebut mencakup gagasan popular seperti partisipasi karyawan/ manajemen partisipatif, demokrasi tempat kerja, pendelegasian wewenang dan kepemilikan karyawan. Prinsipnya adalah bahwa, walaupun setiap gagasan memiliki karakteristik yang unik, gagasan tersebut memiliki inti yang sama yaitu, keterlibatan kerja karyawan. Jadi keterlibatan kerja didefinisikan sebagai suatu proses partisipasi yang menggunakan seluruh kapasitas karayawan yang dirancang untuk meningkatkan komitmen bagi kesuksesan organisasi. Logika yang mendasari bahwa keterlibatan para karyawan dalam pengambilan keputusan yang akan berpengaruh pada karyawan dan meningkatkan otonomi dan kendali karyawan atas kehidupan kerjanya akan membuat karyawan lebih termotivasi, lebih setia pada organisasi, lebih produktif dan lebih puas dengan pekerjaannya.
Keterlibatan kerja digunakan untuk mengukur derajat sejauh mana seseoraang memihak secara psikologis pada pekerjannya dan menganggap tingkat kinerjanya yang dipersepsikan sebagai penting untuk harga diri. Sumber daya manusia suatu organisasi yang memilki tingkat keterlibatan kerja yang tinggi sangat memihak pada jenis kerja yang dilakukannya serta peduli dengan jenis kerja tersebut. Ia akan menyayangi pekerjaannya dengan harapan bahwa kinerjanya meningkat baik melalui apa yang dilakukannya secara optimal. Keterlibatan kerja pada prakteknya berkaitan erat dengan tingkat absensi, kadar permohonan berhenti bekerja dan berkeinginan berpatisipasi dalam suatu tim atau kelompok kerja. Blau dan Boal (1987) juga memberikan konsep apabila tingkat katerlibatan kerja dan komitmen oraganisasi tidak diperhatikan akan menyebabkan terjadinya turn over dan kemangkiran (absen).






Kesimpulan
Ketika perusahaan mulai berorientasi pada pembentukan budaya perusahaan, berarti meletakan aspek sumber daya manusia dalam posisi strategis melalui para pimpinan puncak atau menejer untuk mengamankan norma perilaku, nilai-niali dan keyakinan bersama terhadap perusahaan. Sekaligus menjadi suatu alat yang vital bagi manajemen bila ingin mencapai performance yang tinggi,yang pada akhirnya tercipta sikap kerja yang positif yang mendorong peningkatan kinerja karyawan dan manajemen, diwujudkan dalam seluruh aktifitas dan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian fungsi budaya perusahaan belum memberikan kontribusi terhadap pembentukan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan keterlibatan kerja guna meningkatkan kinerja karyawan dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan perusahaan sebagai landasan guna pengelolaan perusahaan yang komprehensif.










DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Michael, 1993, Hand Book of Personnel Management Practice, Kopan Page Ltd, London
Blau, B. A and Boal, B.K, 1987, “Conceptualizing Hhow Job Involvement and Organizational Commitment Affect Turnover and Absenteism,” Academy of Management Review, 12, 288-302.
Burton, James P; Lee, Thomas W; Holtom, Brooks C,2002, “The Influence of Motivation to Attend, Ability to Attend, and OrganizationalCommitment on Different Types of Absence BehavioursJournal of Managerial Issue, Summer, 2002, p: 181-197
Charles, Hampden Turner, 1992, Creating Corporate Culture, business Economics, Penerbit London
Chen, Li Yueh, (2004), “Examining the effect of organization culture and leadership behaviors on organizational commitment, job satisfaction, and job performance at small and middle sized firms of Taiwan, “Journal of American Acadeny of Bussiness Cambrige
Cotton, J.L, 1993, Employee Involvement, New-bury Park, CA : Sage, 1993, pp. 3,14.
Cooper, D.R and Emory, C. W, (1995), Business Research Methods, Fifth Edition, USA: Richard D. Irwin, Inc.
Coudron, Shari, 1995, “Create an Empowering Environment,” Personnel Journal, September, 1995, p:28-36
Fuad  Mas’ud, 2004, Survai Diagnosis Organisasional (Konsep dan Aplikasi), Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gibson, James L et al, 1988, Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta, Edisi Keempat, Terjemahan, Erlangga.
Hofstede, 1997, “The Business of International Business is Culture,” dalam Woetzel, Heidi Vermon dan Wortzel, Lawerence H, Strategi Managementin The Global Economy, Canada, John Wisley & Sons. Inc
Imam Ghozali, 2005, Structural Equation Modeling : Teori Konsep dan Aplikasi Dengan Program LISREL 8.54, Badan Penerbit UNDIP
Luthans, F, 1995, Organizational Behavior, Seventh Edition, Mc-Graw-Hill, New York
Mc Neese-Smith, Donna, 1996, “Increasing Employee Productivity, job Satisfaction and Organizational Commitment,” Hospital & Health services Administration, vol 41:2, Summer, p:160-175
Menon, Anil, Sundar G. Bharadwaj, Phani Tej Adidam, and Steven W Edison (1999), “Actecedent and Consequences of Marketing Strategy Making : A model and a Test”, Journal of Marketing, vol 57 (April), p.18-40
Robbins, Stephen P, 1996, Organizational Behaviour Concept, Controversiest, Applications, Prentice Hall. Inc, Englewoods Cliffs
Rumengan, RJ, 2002, Budaya Organisasional : ”Paradigma Manajemen Yang Melejitkan Kinerja,” Usahawan, No.06/thXXXI/Juni
Walker, W. James, (1998) “Integrating the Human Resources Function with the Business”, Human Resources Planning, vol. 17. No. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar